Psikolinguistik hubungan berbahasa, berpikir, dan berbudaya
HUBUNGAN
BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi,
dimulai dengan membuat enkode semantik dan enkode gramatikal di dalam otak
pembicara, dilanjutkan dengan membuat enkode fonologi. Kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan dekode fonologi, dekode gramatikal, dan dekade semantik pada
pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya. Dengan kata lain, berbahasa
adalah penyampaian pikiran atau perasaan dari orang yang berbicara mengenai
masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya. Jadi, kita lihat berbahasa,
berpikir, dan berbudaya adalah tiga hal atau tiga kegiatan yang saling
berkaitan dalam kehidupan manusia. Hanya masalahnya, di dalam kajian
psikolinguistik ada dua hipotesis yang kontroversial yang tercermin dalam
pertanyaan: mana yang lebih dahulu ada bahasa atau pikiran; pikirankah,
bahasakah, atau keduanya hadir bersamaan.
1.
Teori Wilhelm Von Humboldt
Wilhelm Von Humboldt, sarjana Jerman
abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa.
Maksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa
masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang
lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah
seorang dari anggota masyarakat ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia
harus mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia akan menganut
cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat bahasa lain itu.
Mengenai bahasa itu sendiri Von Humboldt
berpendapat bahwa substansi bahasa itu terdiri dari dua bagian. Bagian pertama
berupa bunyi‘ bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum
terbentuk Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform,
dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideenform
atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari
bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).
2.
Teori Sapir-Whorf
Edward Sapir (1884 1939) linguis Amerika
memiliki pendapat yang hampir sama dengan Von Humboldt. Sapir mengatakan bahwa
manusia hidup di dunia ini di bawah ”belas kasih" bahasanya yang telah
menjadi alat pengantar dalam kehidupannya bermasyarakat. Menurut Sapit, telah
menjadi fakta bahwa kehidupan suatu masyarakat sebagian ”didirikan” di atas
tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa itu. Karena itulah, tidak ada dua buah
bahasa yang sama sehingga dapat dianggap mewakili satu masyarakat yang sama.
Setiap bahasa dari satu masyarakat telah
”mendirikan” satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu. Jadi, berapa
banyaknya masyarakat manusia di dunia ini adalah sama banyaknya dengan jumlah
bahasa yang ada di dunia ini. Dengan tegas Sapir juga mengatakan apa yang kita
lihat, kita dengar, kita alami, dan kita perbuat sekarang ini adalah karena
sifaf- sifat (tabiat-tabiat)
bahasa kita telah menggariskannya terlebih dahulu.
3.
Teori Jean Piaget
Berbeda dengan pendapat Sapir dan Whorf,
Piaget, sarjana Perancis, berpendapat justru pikiranlah yang membentuk bahasa.
Tanpa pikiran bahasa tidak akan ada. Pikiranlah yang menentukan aSpek-aspek
sintaksis dan leksikon bahasa; bukan sebaliknya.
Piaget yang mengembangkan teori pertumbuhan kognisi (Piaget, 1962)
menyatakan jika seorang kanak-kanak dapat menggolong-golongkan sekumpulan
benda-benda dengan cara-cara yang berlainan sebelum kanakkanak itu dapat
menggolong-golongkan benda-benda tersebut dengan menggunakan kata-kata yang
serupa dengan benda-benda tersebut, maka perkembangan kognisi dapat diterangkan
telah terjadi sebelum dia dapat berbahasa.
Menurut teori pertumbuhan kognisi, seorang kanak-kanak mempelajari segala
sesuatu mengenai dunia melalui tindakan-tindakan dari perilakunya dan kemudian
baru melalui bahasa. Tindak-tanduk atau perilaku kanak-kanak itu merupakan
manipulasi dunia pada satu waktu dan tempat tertentu; dan bahasa hanyalah satu
alat yang memberikan kepada kanak-kanak itu satu kemampuan untuk beranjak lebih
jauh dari waktu dan tempat tertentu itu. Namun, jelas gambaran benda-benda dan
keadaan-keadaan dunia dan manipulasinya dalam otak kanak-kanak tidak memerlukan
bahasa.
Mengenai hubungan bahasa dengan
kegiatan-kegiatan intelek (pikiran) piaget mengemukakan dua hal penting
berikut.
a. Sumber kegiatan intelek tidak
terdapat dalam bahasa
b. Pembentukan pikiran yang tepat
dikemukakan dan berbentuk terjadi pada waktu yang bersamaan dengan pemerolehan
bahasa.
4.
Teori L.S. Vygotsky
Vygotsky, sarjana bangsa Rusia,
berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan
adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua
garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran
berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap
permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi,
mula-mula pikiran berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang
tanpa pikiran. Lalu, pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama,
serta saling mempengaruhi. Begitulah, kanak-kanak berpikir dengan menggunakan
bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut Vygotsky pikiran berbahasa (verbal thought) berkembang melalui
beberapa tahap. Mula-mula kanak-kanak harus mengucapkan kata-kata untuk
dipahami. Kemudian bergerak ke arah kemampuan mengerti atau berpikir tanpa
mengucapkan kata-kata itu. Lalu, dia mampu memisahkan kata-kata yang berarti
dan yang tidak berarti.
5.
Teori Noam Chomsky
Mengenai hubungan bahasa dan pemikiran Noam
Chomsky mengajukan kembali teori klasik yang disebut hipotesis nurani (Chomsky, 1957, 1965, 1968‘). Sebenarnya teori ini
tidak secara langsung membicarakan hubungan bahasa dengan pemikiran, tetapi
kita dapat menarik kesimpulan mengenai hai itu karena Chomsky sendiri
menegaskan bahwa pengkajian bahasa membukakan perspektif yang baik dalam
pengkajian proses mental (pemikiran) manusia.
Hipotesis nurani mengatakan bahwa
struktur bahasa-dalam adalah nurani. Artinya, rumus-rumus itu dibawa sejak
lahir. Pada waktu seorang kanak-kanak mulai mempelajari bahasa ibu, dia telah
dilengkapi sejak lahir dengan satu peralatan konsep dengan struktur
bahasa-dalam yang bersifat universal. Peralatan konsep ini tidak ada
hubungannya dengan belajar atau pembelajaran, misalnya dengan aksi atau
perilaku seperti yang dikatakan Piaget, dan tidak ada hubungannya dengan apa
yang disebut kecerdasan. Jadi, bahasa dan pemikiran adalah dua buah sistem yang
berasingan, dan mempunyai otonomi masing-masing. Seorang anak yang dungu pun akan
lancar berbahasa hampir pada jangka waktu yang sama dengan seorang kanak-kanak
yang normal.
Sebelum ini ada pandangan dari Von
Humboldt yang tampak tidak konsisten. Pada satu pihak Von Humboldt menyatakan
keragaman bahasa-bahasa
di dunia ini mencerminkan adanya keragaman pandangan hidup (weltanschauung); tetapi di pihak lain
beliau berpendapat bahwa yang mendasari tiap-tiap bahasa manusia adalah satu
sistem-universal yang menggambarkan keunikan intelek manusia. Karena itu, Von
Humboldt juga sependapat dengan pandangan rasionalis yang mengatakan bahwa
bahasa tidaklah dipelajari oleh kanak-kanak dan tidak pula diajarkan oleh ibu-ibu, melainkan tumbuh
sendiri dari dalam diri kanak-kanak itu dengan cara yang telah ditentukan lebih
dahulu (oleh alam) apabila keadaan-keadaan lingkungan yang sesuai terdapat.
6.
Teori Eric Lenneberg
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa
dan pemikiran, Eric Lennerberg mengajukan teori yang disebut Teori Kemampuan Bahasa Khusus
(Lenneberg, 1964). Teori ini secara kebetulan ada kesamaannya dengan teori
Chomsky dan juga dengan pandangan Piaget.
Bukti bahwa manusia telah dipersiapkan
secara biologis untuk berbahasa menurut Lenneberg adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan berbahasa sangat erat
hubungannya dengan bagian-bagian
anatomi dan fonologi manusia, seperti bagian-bagian otak tertentu (bagian
korteks tertentu) yang mendasari bahasa.
2. Jadwal perkembangan bahasa yang sama
berlaku bagi semua kanak-kanak normal. Semua kanak-kanak bisa dikatakan
mengikuti strategi dan waktu pemerolehan bahasa yang sama, yaitu lebih dahulu
menguasai prinsi-prinsip pembagian dan pola persepsi.
3. Perkembangan bahasa tidak dapat
dihambat meskipun pada kanak-kanak yang mempunyai cacat tertentu seperti buta,
tuli, atau memiliki orang tua pekak sejak lahir. Namun, bahasa kanak-kanak ini
tetap berkembang dengan hanya sedikit kelambatan.
4. Bahasa tidak dapat diajarkan pada
makhluk lain. Hingga saat ini belum pernah ada makhluk lain yang mampu
menguasai bahasa, sekalipun telah diajar dengan cara-cara yang luar biasa.
5. Setiap bahasa, tanpa kecuali,
didasarkan pada prinsip-prinsip semantik, sintaksis, dan fonologi yang
universal.
Lenneberg telah menyimpulkan banyak
bukti yang menyatakan bahwa upaya manusia untuk berbahasa didasari oleh biologi
yang khusus untuk manusia dan bersumber pada genetik tersendiri secara asal.
Namun, dalam bukunya yang ditulis kemudian (1967), beliau mulai cenderung
beranggapan bahwa bahasa dihasilkan oleh upaya kognitif, bukan linguistik yang
lebih luas, sehingga menyerupai pandangan Piaget.
7.
Teori Bruner
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa
dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya Teori Instrumentalisme. Menurut teori ini bahasa adalah alat pada
manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikiran itu. Dengan kata lain,
bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis.
Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama.
Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang sangat serupa. Lalu, karena
sumber yang sama dan bentuk yang sangat serupa, maka keduanya dapat saling
membantu. Selanjutnya, bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Dalam bidang pendidikan, implikasi teori
Bruner ini sangat besar. Memang dalam hubungan inilah beliau ingin mengembangkan
teori ini. Menurut teori ini bahasa sebagai alat pemikiran harus berhubungan
langsung dengan perilaku atau aksi, dan dengan struktur perilaku ini pada
peringkat permulaan. Lalu, pada peringkat selanjutnya bahasa ini harus
berkembang ke arah suatu bentuk yang melibatkan keeksplisitan yang besar dan
ketidaktergantungan pada konteks, sehingga pikiran-pikiran atau kalimat-kalimat
dapat ditafsirkan atau dipahami tanpa pengetahuan situasi sewaktu kalimat itu
diucapkan, atau tanpa mengetahui situasi yang meni dasari maksud atau tujuan
penutur. Dengan bahasa sebagai alat kita dapat merencanakan sesuatu aksi jauh
sebelum aksi itu terjadi. Dengan cara yang sama pikiran juga berfungsi sebagai
alat untuk membantu terjadinya suatu aksi karena pikiran dapat membantu peta-peta
kognitif mengarah pada sesuatu yang akan ditempuh untuk mencari tujuan. Jadi,
pada mulanya bahasa dan pikiran muncul bersama-sama untuk mengatur aksi
manusia; selanjutnya keduanya saling membantu. Dalam hal ini pikiran memakai
elemen hubungan-hubungan yang dapat digabungkan untuk membimbing aksi yang
sebenarnya; sedangkan bahasa menyediakan representasi prosedur-prosedur untuk
melaksanakan aksi itu.
8.
Kekontroversialan Hipotesis Supir-Wharf
Teori-teori atau hipotesis-hipotesis
yang dibicarakan di atas tampak cenderung saling bertentangan. Teori pertama dari Von Humboldt
mengatakan bahwa adanya pandangan hidup yang bermacam-macam adalah karena
adanya keragaman sistem bahasa dan adanya sistem universal yang dimiliki oleh
bahasa-bahasa yang ada di dunia ini. Teori
kedua dari Sapit-Wharf menyatakan bahwa struktur bahasa menentukan struktur
pikiran. Teori ketiga dari Piaget
menyatakan bahwa struktur pikiran dibentuk oleh perilaku, dan bukan oleh struktur
bahasa. Struktur pikiran mendahului kemampuan-kemampuan yang dipakai kemudian
untuk berbahasa. Teori keempat dari
Vygotsky menyatakan bahwa pada mulanya bahasa dari pikiran berkembang
sendiri-sendiri dan tidak saling mempengaruhi; tetapi pada pertumbuhan
selanjutnya keduanya saling mempengaruhi; bahasa mempengaruhi pikiran dan
pikiran mempengaruhi bahasa. Teori kelima
dari Chomsky menyatakan bahwa bahasa dan pemikiran adalah dua buah sistem yang
berasingan yang memiliki keotonomiannya masing-masing. Pada tingkat
struktur-dalam bahasa-bahasa di dunia ini sama karena didasari oleh sistem
universal; tetapi pada tingkat struktur-luar bahasa-bahasa itu berbeda-beda. Teori keenam dari Lenneberg mengatakan
bahwa manusia telah menerima warisan biologi ketika dilahirkan, berupa
kemampuan berkomunikasi dengan bahasa yang khusus untuk manusia; dan tidak ada
hubungannya dengan kecerdasan atau pemikiran. Kemampuan berbahasa ini mempunyai
korelasi yang rendah dengan IQ manusia. Teori
ketujuh dari Bruner menyatakan bahwa bahasa adalah alat bagi manusia untuk
berpikir, untuk menyempurnakan dan mengembangkan pemikirannya itu.
Komentar
Posting Komentar