FOLKLOR BUKAN LISAN, MAKANAN RAKYAT
MAKANAN RAKYAT
(Foklor)
Disusun
oleh Kelompok 8:
1. Anggit
Prayogi 1513041067
2. Mutiara
Indah Siagian 1513041063
3. Putri Shima Arifani 1513041001
4. Ratih Lintang Maretha 1513041077
5. Sari Agung Tamba 1513041075
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN
SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
DAFTAR ISI
SAMPUL MAKALAH
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penulisan
2.1
Makanan Rakyat
2.2 Cara Memperoleh Makanan
2.3 Cara Pengolahan Makanan
2.4 Cara Penyajian
2.5 Fungsi Makanan
2.6 Contoh Foklor Bukan Lisan Makanan Rakyat Lampung
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Foklor adalah
sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun
temurun, di antara kolektif macam apa saja. Secara tradisional dalam versi yang
berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun bukan lisan contoh yang disertai dengan
gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (Danandjaja, 1997:1). Folklor
terbagi menjadi tiga, yaitu folklor lisan, folkor sebagian lisan, dan foklor
bukan lisan. Salah satu yang termasuk kedalam folklor bukan lisan salah satunya
adalah Makanan Rakyat.
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (online) makanan adalah segala bahan yang kita makan atau
masuk ke dalam tubuh yang membentuk atau mengganti jaringan tubuh, memberikan
tenaga, atau mengatur semua proses dalam tubuh. Makanan memiliki beragam jenis
yang unik dan khas setiap daerahnya. Makanan rakyat adalah makanan khas dari
daerah yang dilestarikan sampai saat ini masih dilestarikan. Makanan rakyat
yang ada di Indonesia memiliki keaneka ragaman, setiap daerah memiliki makanannya
sendiri-sendiri. Misalnya seruit dari Lampung, gudeg khas Yogyakarta, dan
lain-lain. Penulis membuat makalah ini karena memenuhi tugas kuliah dan
tertarik dengan keunikan jenis folkor bukan lisan yaitu makanan rakyat yang
memiliki keunikan tersendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dikemukakan pada latar belakang, penyusun membuat rumusan masalah sebagai
berikut.
1.
Apakah
yang dimaksud makanan rakyat?
2.
Bagaimanakah
cara memperoleh makanan?
3.
Bagaimanakah
cara pengolahan makanan?
4.
Bagaimanakah
cara penyajian makanan?
5.
Apa
fungsi makanan?
6.
Apa saja
contoh foklor bukan lisan makanan rakyat Lampung?
1.3 Tujuan
Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah
disampaikan penyusun sebelumnya, tujuan dari makalah ini sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian makanan rakat.
2. Mengetahui cara memperoleh makanan.
3. Mengetahui cara pengolahan makanan
4. Mengetahui cara penyajian makanan.
5. Mengetahui fungsi makanan.
6. Mengetahui contoh foklor bukan lisan makanan
rakyat Lampung.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Makanan Rakyat
Reaksi spontan kita pada
waktu menghadapi pertanyaan yang menanyakan 'apakah itu makanan' adalah:
"Makanan adalah makanan!" atau "Makanan adalah bahan yang dapat
kita makan atau mengenyangkan perut'. "Namun jika kita mau berfikir lebih
mendalam lagi, maka jawabnya tidak sesederhana itu. Memang pertanyaan yang
bemada naif itu, ternyata tidak naif sama sekali seperti yang kita anggap
semula. Pertanyaan itu menjadi naif karena kita pada umumnya adalah sangat
emosentris. Hal ini dapat kita buktikan bahwa tidak semua bahan yang secara
ilmu gizi dapat dimakan adalah makanan bagi semua suku bangsa, bangsa atau
pemeluk agama yang berlainan.
Babi misalnya bagi orang
Nasrani adalah makanan yang sangat dianjurkan karena kelezatannya dan penuh
gizi; namun bukan merupakan makanan orang Muslim. karena ditabukan oleh ajaran
agamanya. Sehingga bahan yang sama jika disebutkan akan menimbulkan perasaan
berbeda. Istilah daging bagi jika didengar orang Nasrani akan dapat
mengeluarkan air liur di dalam mulumya, maka bagi orang Muslim akan menimbulkan
rasa mual. Sewaktu saya berada di Manado diundang menikmati dagingtikus ladang
goreng oleh seorang kawan asal sana, saya sempat menceritakan kepadanya bahwa
di Hong Kong ada orang yang menjual daging kucing. maka reaksi kawan saya itu
dengan nada jijik, sambil terus menikmati daging tikus: "Masa kucing
dimakan, memangnya di sana tidak ada daging lain yang patut dimakan?"
(danandjaja, 1997:181- 182).
Kesimpulan dari uraian di atas apakah
suatu bahan itu merupakan makan atau bukan makan, sangat ditentukan kebudayaan
kolektif masing-masing Kesimpulan tadi sesuai sekali dengan pendapat George M.
Foster dan Barbara Gallatin Anderson (dalam Danandjaja, 1997: 182) mengatakan bahwa kebudayaan adalah yang menentukan
suatu itu merupakan makanan atau bukan (1978: 265 ).
2.2 Cara Memperoleh
Makanan
Cara memperoleh makanan ada
macam-macam. Namun dalam garis besarnya dapat digolongkan menjadi dua kategori,
yakni langsung mengambilnya dari alam seperti meramu, memburu, dan menangkap ikan
atau binatang laut lainnya dan dengan memproduksikannya. Cara yang terakhir ini
dapat terdiri dari menanam tanaman di sawah, ladang atau kebun; memelihara
temak di petemakan; atau memelihara ikan atau binatanglaut/air tawar di tambak
atau kolam. Perlu kiranya diperhatikan bahwa untuk kegiatan memperoleh makanan
ini sering diiringi pula dengan upacara-upacara kepercayaan/keyakinan/
keagamaan baik yang bersifat sekadamya maupun yang semarak (Danandjaja, 1997:
184).
Bentuk-bentuk pengolahan makanan
tradisional adalah proses pemasakan dan peragian (fermentation) direndam air garam
atau dibungkus dengan abu dan garam atau bahkan batu bata dan garam. Pada
proses pemasakan pada makanan tradisional Jawa dikenal cara-cara digodhog atau
direbus, didang atau dikukus, digoreng, dogangsa (digoreng dengan minyak yang
sangat sedikit), disangrai (digoreng tidak dengan minyak atau dengan pasir),
ditim, dibakar, dipanggang, dan dideplok atau ditumbuk. Adapun makanan yang
dihasilkan dari peragian adalah tape ketela pohon, tape beras ketan, dan
pembuatan tempe benguk, tempe gembus, tempe dhele, tempe bungkil, dan tempe
bongkrek, Makanan yang dihasilkan dari proses pemasakan direbus adalah gedhang
godhog atau pisang rebus, kacang godhog atau kacang tanah rebus, dhele godhog
atau kedelai rebus, tela godhog atau ketela rebus, serta semua umbi—umbian yang
direbus. Makanan yang dihasilkan dari pengukusan adalah nasi jagung yang
dimasak menggunakan dandang dan kencengkemudian dikukus dengan kukusan
pembuatan bothok, pepes, dan pelas. Pemasakan yang menggunakan proses digoreng
adalah aneka masakan berbentuk gorengan, sedangkan makanan yang diproses dengan
digangsa, yaitu tumis/ oseng-oseng, untuk pembuatan makanan yang diproses
dengan disangrai adalah kerupuk, kacang, jagung. Untuk makanan yang diproses
dengan ditim adalah nasi tim dan makanan lain yang berbentuk tim. Makanan yang
dihasilkan dengan dibakar, yaitu sate, jagung, bahkan pisang bakar, dan
sebagainya. Makanan yang dihasilkan dengan dipanggang adalah ikan panggang;
daging panggang, ayam panggang, dan sebagainya. Makanan yang dihasilkan dengan didheplok
atau ditumbuk adalah gethuk, gemblong, atau jadah (Endraswara, 2013: 136- 137).
2.3 Cara Pengolahan Makanan
Menurut Lévi-Strauss yang dituangkan
di dalam bukunya yang berjudul Mythologique I: Le Cru et le Cuit [Metologi l:
Yang Mentah dan Yang Masak] (1964), bahwa manusia secara universal mengolah
makanannya, walaupun sering kali ia juga menyukai makanan yang masih mentah,
namun di antara menunya itu selalu ada juga yang dimasak atau diolah lebih
dahulu (dalam Danandjaja, 1997: 182). Selanjutnya ia pun mengatakan bahwa
makanan manusia secara keseluruhan dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yakni:
melalui proses pemasakan; melalui proses peragian (fermentation): dan makanan
yang masih mentah, dalam arti bebas dari salah satu cara pengolahan. Apa yang
disebut Levi-Strauss adalah yang universal. sedangkan yang tidak termasuk
universal sudah tentu masih ada lagi. yakni a.l. dengan cara merendamnya di
dalam garam (marinate) seperti membuat telur asin, mangga asin dan lain-lain);
atau merendam di dalam air abu seperti membuat telur seribu tahun
(one thousand years egg). Dan cara lain lagi adalah merendamnya ke
dalam cuka, dan mengasapnya seperti dalam pembuatan ikan asap atau
ham.
Jenis makanan mentah di Indonesia
terutama terdiri dari sayur-mayur tertentu (lalapan), daun-daun tertentu dan
buah-buahan. Namun pada suku-suku bangsa tertentu di Indonesia dapat
terdiri juga dari daging binatang darat, binatang laut, telur unggas, dan serangga. Daging
mentah sebagai makanan bukan monopoli bangsa kita saja, karena orang
Tartar mempunyai makanan yang disebut steak
tartar [bistik tartar] yang berupa daging mentah yang dicacah serta diberi
ramu-ramuan. Demikian juga pada orang Jepang, yang pada menunya sering kali ada
ikan mentah atau binatang laut mentah Iainnya. Dan demikian juga dengan orang
Belanda yang mempunyai makanan kesayangan yang berupa ikan hering mentah yang
dicampuri garam dan bawang mentah pada waktu dihidangkannya. Jadi memakan
daging mentah bukanlah kebiasaan orang Asia saja, melainkan juga orang Eropa,
sehingga kita tidak usah merasa khawatir dikatakan primitif oleh karenanya.
Sewaktu saya mengadakan penelitian di desa Trunyan selain pemah disajikan
darah mentah dicampur dengan kelapa yang telah diparut (Iawar atau uraban),
tetapi juga minuman yang terbuat dari darah hewan yang diberi campuran bumbu-
bumbu seperti kencur, jahe, cabe kecil, air jeruk limau dan garam, yang
kesemuanya disajikan dalam keadaan mentah. Rasanya sedap hanya setelah minum
untuk beberapa waktu terasa pedih di hulu hati.
Makanan yang dimasak adalah makanan
yang sebelum dihidangkan diolah dahulu dengan mempergunakan panasnya api secara
langsung maupun tidak langsung. Yang langsung adalah pemanggangan di
atas api tanpa ada alas (daging bakar atau sate). Yang tidak langsung adalah
dengan cara merendam- nya di dalam rninyak atau air yang telah dididihkan
dengan api di bawahnya (goreng atau rebus), atau dimasukkan ke dalam oven
(panggangan), atau ke dalam abu dapur panas (ditambus), atau dimasukkan ke
dalam uap air panas (dikukus).
Cara pengolahan yang lain adalah
peragian atau disebut juga fermentasi. Caranya adalah dengan menularkan
spora-spora ragi pada bahan makanan tertentu, agar terjadi perubahan
secara kemikal. Tepung yang diragikan dapat berubah menjadi
gula. yang selanjutnya dapat berubah menjadi alkohol atau pun cuka. Makanan
yang diolah dengan cara peragian ini, di Indonesia adalah a.l: tempe,
oncom, tape (singkong, betas, ketan dan lain-lain). Buah-buahan yang diragikan adalah
durian (tempayak), jengkol (jengkol béwék). dan keluak Buah yang
terakhir ini tidak ada yang makan sebelum
diragikan dahulu ikan yang telah mengalami proses ini adalah
engkoi/arsip dari Bangka-Baliton, yang terbuat dari ikan teri. Udang
yang telah mengalami proses ini a.l. adalah udang tapai dan terasi
yang sedap itu dan banyak mengandung vitamin B.
Banyak makanan dan bumbu pelezat
makanan tak dapat terjadi tanpa melalui proses fermentasi. Mereka itu adalah
keju, roti, bakpau. kue mangkok, kecap dan lain-lain. Selain makanan ada banyak
minuman yang baru dapat diciptakan alhasil bantuan proses fermentasi. Minuman
tersebut a.l. adalah bit, anggur, wiski, brem, tuak, yogur, dan lain-lain.
Fermentasi dapat dilakukan di dalam
sebuah wadah yang terbuat dari tembikar, gelas, batu, kayu, plastik, maupun
kulit buah tertentu (gourd), bahkan juga perut binatang seperti luak. Dari
perut binatang luak inilah menurut kepercayaan orang dapat dihasilkan kopi luak
yang mahal itu.
Di antara dua cara pemrosesan makanan.
yakni memasak dan fermentasi, terdapat banyak makanan yang harus melalui kedua-duanya
sebelum dapat dihidangkan sebagai makanan yang lezat. Tempe misalnya adalah
kacang kedele yang telah mengalami proses peragian, namun belum enak dimakan
sebelum dimasak tedebih dahulu, dengan cara menggoreng, memanggang ataupun merebus.
2.4 Cara Penyajian
Cara penyajian makanan dapat-bersifat
sederhana. tetapi dapat juga bersifat megah. Tujuan penyajian makanan dapat
untuk orang hidup. tetapi dapat juga untuk roh orang mati, roh pribadi yang
masih hidup, roh leluhur, roh halus lainnya, dewa, Tuhan, maupun roh jahat.
Anehnya sering kali pada suku bangsa tertentu seperti orang Bali. sesajian yang
dipersembahkan kepada roh jahat (buta kala) adalah lebih megah dan beraneka
ragam daripada yang dipersembahkan kepada roh leluhur dan para dewa. Perbedaan
perlakuan ini diadakan karena maksudnya berbeda. Yakni jika maksud persembahan
kepada dewa adalah untuk menunjukkan rasa bakti, hormat, terima kasih, maka
maksud persembahan untuk para roh jahat adalah untuk "menyogok" atau
mengambil hati (placate) mereka. agar mereka tidak menyusahkan hidup warga desa
yang masih hidup.
Cara penyajian makanan untuk
sebari-hari adalah sederhana. sedangkan untuk pesta atau upacara adalah lebih
rumit. bahkan sering kali juga lebih sedap untuk dipandang dan pada dimakan. Dari
cara menyajikan makanan dapat juga dijadikan ukunm mengenai taraf perkembangan
dari kebudayaan suatu suku bangsa.
2.5 Fungsi Makanan
Jenis makanan mempunyai arti simbolik,
dalam arti mempunyai arti sosial, agama, dan lain-lain. Arti sosial dalam arti mempunyai
fungsi kemasyarakatan seperti untuk mempererat kesatuan desa, memperkukuh
kedudukan golongan tertentu dalam masyarakat, membedakan status golongan
berdasarkan perbedaan seks, usia, kasta, dan lain-lain.Untuk memperkuat arti
simbolik itu, sering fungsi tersebut dihubungkan dengan suatu kepercayaan,
keyakinan. atau-takhyul. Dan untuk menunjangnya sering ada sanksinya baik yang
berupa hukuman konkret maupun gaib.
Biarpun makanan jelas penting untuk
kehidupan biologis, namun ia juga penting demi hubungan sosial. Menurut Foster
dan Anderson (dalam Danandjaja 1997: 188) secara simbolis makanan Sedikitnya
dapat berupa empat ungkapan, yakni (a) ikatan sosial, (b) solidaritas kelompok,
(c) makanan dan ketegangan jiwa dan (d) simbolisme makanan dalam bahasa.
2.6 Contoh Foklor Bukan Lisan Makanan Rakyat
Lampung
1. Seruit
Seruit adalah sebuah masakan khas dari
Lampung, makanan ini merupakan sebuah masakan dari ikan yang digoreng, boleh
juga ikan bakar. Seruit ini sangat populer bagi masyarakat Lampung karena
menjadi sebuah sajian khas di dalam acara-acara adat
tertentu dan acara berkumpul pada pesta pernikahan atau kegiatan keagamaan.
Bahkan seruit juga bisa dinikmati dalam masakan untuk sehari-hari di kalangan
masyarakat Lampung.
Ada beberapa
tahap yang harus dilakukan untuk membuat seruit. Prosesnya dimulai dengan menyiapkan bumbu
untuk dihaluskan. Bumbunya berupa bawang putih, garam, kunyit, dan jahe.Setelah
itu, ikan pun dibakar selama sepuluh menit. Saat sudah setengah matang, ikan
diolesi dengan kecap manis dan campuran bumbu dari bawang putih, garam, dan
ketumbar. Sementara, sambal untuk campuran seruit adalah cabai merah, cabai
kecil, garam, penyedap rasa, rampai, dan terasi bakar. Bahan sambal ini lalu
ditumbuk hingga halus.
Uniknya,
menikmati, seruit harus ditambahkan dengan tempoyak, yakni durian yang sudah diawetkan
dan dihaluskan. Tak ketinggalan untuk menambahkan beberapa jenis lalapan,
seperti daun kemangi timur, terong bakar, jengkol, dan daun jambu monyet. Bahan
tambahan ini kemudian dicampurkan dan diaduk menjadi satu.
2. Keripik
Keripik pisang adalah produk
makanan ringan dibuat dari irisan buah pisang dan digoreng, dengan atau tanpa
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tujuan pengolahan pisang menjadi kripik
pisang adalah untuk memberikan nilai tambah dan meningkatkan/ memperpanjang
kemanfaatan buah pisang. Prosedur Opersional Pengolahan Kripik Pisang terdiri
dari beberapa kegiatan meliputi penyiapan bahan baku Kripik pisang, penyiapan
peralatan Kripik pisang dan kemasan Kripik pisang, pengupasan Kripik pisang dan
pengirisan Kripik pisang, pencucian Kripik pisang dan perendaman Kripik
pisang, penggorengan Kripik pisang, penirisan minyak
Kripik pisang, pemberian bumbu Kripik pisang, pengemasan Kripik pisang dan
pelabelan Kripik pisang, serta penyimpanan Kripik pisang.
3. Tempoyak
Tempoyak
adalah masakan yang berasal dari buah durian yang difermentasi. Tempoyak
merupakan makanan yang biasanya dikonsumsi sebagai lauk teman nasi. Tempoyak
juga dapat dimakan langsung (hal ini jarang sekali dilakukan, karena banyak
yang tidak tahan dengan keasaman dan aroma dari tempoyak itu sendiri) dan
dijadikan bumbu masakan.
Tempoyak
dikenal di Indonesia (terutama di Sumatera dan Kalimantan), serta Malaysia.
Tempoyak
diriwayatkan dalam Hikayat Abdullah sebagai makanan sehari-hari penduduk
Terengganu. Ketika Abdullah bin Abdulkadir Munsyi berkunjung ke Terengganu
(sekitar tahun 1836), ia mengatakan bahwa salah satu makanan kegemaran penduduk
setempat adalah tempoyak. Berdasarkan sejarah yang ada dalam Hikayat Abdullah,
tempoyak merupakan makanan khas dari Malaysia.
Cara
pembuatan
Adonan
tempoyak dibuat dengan cara menyiapkan daging durian, baik durian lokal atau
maupun durian monthong (kurang bagus karena terlalu banyak mengandung gas dan
air). Durian yang dipilih diusahakan agar yang sudah masak benar, biasanya yang
sudah nampak berair. Kemudian daging durian dipisahkan dari bijinya, setelah
itu diberi garam sedikit. Setelah selesai, lalu ditambah dengan cabe rawit yang
bisa mempercepat proses fermentasi. Namun proses fermentasi tidak bisa terlalu
lama karena akan mempengaruhi rasa akhir.Setelah proses di atas selesai, adonan
disimpan dalam tempat yang tertutup rapat. Diusahakan untuk disimpan dalam suhu
ruangan. Bisa juga dimasukkan ke dalam kulkas (bukan freezer-nya) namun
fermentasi akan berjalan lebih lambat.
Tempoyak
yang berumur 3-5 hari cocok untuk dibuat sambal karena sudah asam namun masih
ada rasa manisnya. Sambal tempoyak biasanya dipadukan dengan ikan Teri, ikan
mas, ikan mujair ataupun ikan-ikan lainnya.
4. Gabing
Makanan khas
Lampung ini terbuat dari batang kelapa muda. Bahan utama dari gabing memang cukup unik. Batang kelapa
muda dipotong menyerupai lempengan kecil memanjang berukuran 3 sampai 4 cm.
Kemudian direbus hingga lunak dan dimasukan bumbu rempah sampai tercium aroma
yang kuat.Biasanya gabing ditambahkan daging atau jamur untuk menambah cita
rasa. Rasa gurih dari santan berpadu dengan manis dari batang kelapa
menciptakan rasa yang unik saat disantap.
5. Lapis legit
Kue yang sering kita jumpai
di berbagai tempat ini merupakan kue asal Lampung yang sudah terkenal. Nah,
jika kamu datang ke Lampung bisa menikmati kue yang memiliki tekstur lembut
dengan cita rasa manis ini, lidahmu akan ketagihan jika sudah mencoba kue Lapis
Legit. Kue ini biasanya dinikmati untuk cemilan santai di rumah dan ditemani
dengan teh hangat, bahkan bisa juga disajikan pada berbagai acara untuk
menemani acara tersebut
dengan hidangan kue lapis legit. Bahan untuk membuat lapis legit antara lain,
telur, gula halus, susu kental manis, mentega, tepung terigu, Bumbu spekoek,
vanili dan kayu manis. Untuk membuat kue ini, kamu perlu bereksperimen agar
bisa mendapatkan hasil yang bagus, karena untuk membuatnya mudah-mudah sulit.
6. Engkak
Engkak merupakan makanan
khas Lampung yang mempunyai cita rasa manis. Engkak terbuat dari bahan telur
dan mentega yang diproses hingga menjadi makanan yang memiliki tekstur lembek.
Makanan ini cocok disantap sebagai sarapan atau makanan ringan dipagi hari.
Daftar bahan yang digunakan Engkak ialah Tepung ketan putih, gula pasir, telur
ayam, santan, susu kental manis dan mentega. Dari semua bahan tersebut dicampur
dan diaduk hingga merata. Kemudian siapkan Loyang 20×20 yang telah dioles
mentega dengan di alasi kertas berih yang sering digunakan untuk mengalasi
masakan, panggang kue seperti halnya lapis legit. Untuk 3 lapis pertama gunakan
api bawah kemudian pindah api atas, balik adonan apabila adonan telah selesai.
7. Pandap
Pandap
adalah makanan khas lampung yang
sepintas mirip dengan pepes karena selain dibungkus dengan daun, cara
pembuatannyapun hampir sama. Bahan-bahan untuk membuat pandap khas Lampung
adalah daun pisang dan daun talas khusus (biasanya yang batangnya putih)
sebagai pembungkus, lalu ikan laut (biasanya dipilih ikan simba dan tongkol)
serta bumbu-bumbu yang terdiri dari kelapa parut, kelapa goreng, kunyit,
lengkuas, cabe rawit, cabe merah, merica, garam dan asam jawa.
Setelah dibungkus dengan daun pisang dan daun talas, selanjutnya Pandap direbus. Proses perebusan pandap dilakukan sekitar delapan jam. Setelah perebusan bungkusan pendap diendapkan pada rantang yang sudah disiapkan agar mengeringkan air yang meresap dari proses perebusan.Proses pengendapan inilah yang menyebabkan makanan khas Lampung ini disebut dengan Pandap. Biasanya pandap disantap dengan masakan bersantan seperti gulai, dan seruit atau sambal mentah, yang didampingi lalapan-lalapan.
Setelah dibungkus dengan daun pisang dan daun talas, selanjutnya Pandap direbus. Proses perebusan pandap dilakukan sekitar delapan jam. Setelah perebusan bungkusan pendap diendapkan pada rantang yang sudah disiapkan agar mengeringkan air yang meresap dari proses perebusan.Proses pengendapan inilah yang menyebabkan makanan khas Lampung ini disebut dengan Pandap. Biasanya pandap disantap dengan masakan bersantan seperti gulai, dan seruit atau sambal mentah, yang didampingi lalapan-lalapan.
8. Geguduh
Panganan khas
Lampung yang terbuat dari pisang yang dihaluskan dan dicampur dengan terigu,
dimasak dengan cara digoreng. Rasanya manis karena menggunakan pisang jenis
tertentu. Pisang
kepok, bisa menjadi pilihan yang tepat.
Anda pun bisa membuat geguduh di
rumah. Siapkan pisang kepok yang telah dihaluskan hingga lembut, tepung terigu,
susu dan selai. Pisang dan tepung terigu diaduk hingga merata dan dicampurkan
juga susu dan selai, setelah cukup merata, kemudian bentuk sesuai dengan
keinginan dan goreng sampai matang.Untuk menambah aroma lebih sedap, Anda pun
bisa meniru cara penduduk Lampung dengan menambahkan air sekapur sirih atau
daun pandan.
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja,
James. 1997. Foklor Indonesia: Ilmu
Gosip, Dongeng, dan lain lain. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Endraswara,
Suwardi. 2013. Foklor Nusantara: Hakikat,
Bentuk, dan Fungsi. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
http://oknusantara.com/makanan-khas-lampung-detail-46342.html#sthash. a4CUVq2U.dpuf
(diakses
pada tanggal 29 April 2018, pukul 22.13)
Komentar
Posting Komentar